Tafsir Surat Al-Bayyinah
TAFSIR SURAT AL-BAYYINAH
Oleh
Ustadz Nur Kholis bin Kurdian Abu Hammam
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةًفِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ
Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka ) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang bukti yang nyata. (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Quran), di dalamnya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus [al-Bayyinah/ 98:1-3]
PENJELASAN AYAT
Ayat di atas menjelaskan bahwa orang-orang kafir baik Yahudi maupun Nasrani dan juga penyembah berhala, (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan agama mereka sampai datang kepada mereka bukti yang nyata yaitu datangnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kemudian ketika beliau datang dengan membawa al-Qur’an kepada mereka, sebagian mereka ada yang beriman dan meninggalkan agamanya dan ada sebagian lain yang mengikarinya.
Sebagaimana yang telah disebutkan didalam ayat berikutnya:
وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ
Dan orang-orang yang telah didatangkan al-kitab kepada mereka tidaklah berpecah belah melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. [al-Bayyinah/98:4]
Sebelum Rasulullah diutus, orang Yahudi maupun Nasrani sepakat menunggu kedatangan beliau (untuk mengikutinya) karena beliau adalah Nabi akhir zaman penutup kenabian.[2]
Hal ini berdasarkan penjelasan dari kitab-kitab mereka baik Taurat maupun Injil tentang akan diutusnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasul akhir zaman, akan tetapi ketika beliau datang, mereka pun berpecah belah, ada yang masuk Islam dan ada yang tetap kafir.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Salamah bin Sallâmah bin Waqsy Radhiyallahu anhu. bahwa: dulu kami mempunyai tetangga orang Yahudi dari bani Abdul Asyhal, dia selalu mengatakan kepada kaumnya yang menyembah berhala, tentang adanya hari kiamat, adanya hari kebangkitan manusia dari kuburnya, adanya hari perhitungan amal, dan adanya surga dan neraka. Kemudian mereka berkata kepada si Yahudi,”Celakalah engkau wahai fulan! Apakah itu yang kamu yakini? Kemudian dia menjawab,”Ya, demi Dzat yang aku bersumpah dengan-Nya.” Kemudian si Yahudi tersebut memperingatkan mereka agar mereka menyelamatkan diri dari api neraka pada hari kiamat nanti. Merekapun bertanya,”Celakalah engkau wahai fulan! Apakah tanda-tanda yang menunjukkan datangnya hari kiamat tersebut?” Dia menjawab,”Akan diutus seorang Nabi dari kota ini – dengan menunjuk ke arah Mekah dan Yaman- (ke arah selatan Madinah)”. Mereka bertanya lagi,” Kapan munculnya?” Kemudian si Yahudi tadi melihatku (kata perawi) dan waktu itu aku masih kecil, lalu dia mengatakan,”Jika anak ini besar, maka dia akan menemui masanya”. Perawi berkata,”Demi Allah Azza wa Jalla setelah beberapa tahun kemudian muncullah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sekarang ada di sisi kami. Kemudian kami beriman kepadanya, akan tetapi si Yahudi kufur dan mengingkarinya karena dengki dan hasad (karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan dari kaumnya). Perawi berkata kepada si Yahudi,”Celakalah engkau wahai fulan! Bukankah ini yang kamu katakan dahulu?” Dia menjawab,”Ya, akan tetapi bukan dia.”[3]
Begitu juga kisah raja Romawi Heraclius ketika bertanya kepada Abu Sufyan –ketika masih kafir- tentang sifat-sifat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ajaran dan pengikutnya, guna mencocokkan hal tersebut dengan apa-apa yang telah ia dapatkan dari kitab agama Nasrani. Kemudian jika berita tersebut cocok, maka ia akan mengikutinya. Ternyata apa yang disampaikan Abu Sufyan cocok dengan apa yang ia dapatkan. Tetapi ketika datang surat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi seruan untuk memeluk Islam, dia menolaknya, karena takut kehilangan pamor dan ditinggalkan oleh rakyatnya. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam Shahîhain.[4]
Sedangkan penyembah berhala, mereka mengetahui kedatangan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari para dukun yang mempunyai khadam jin yang mencuri kabar dari langit sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kemudian setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, para jin tersebut tidak bisa lagi mencuri kabar dari langit, karena para malaikat melemparinya dengan bintang-bintang. Mereka pun akhirnya mengetahui hal itu sebagai tanda bahwa Rasul yang dimaksud telah muncul.[5]
Kemudian ayat berikutnya:
رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفاً مُطَهَّرَةً فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ
Yaitu seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan. Di dalamnya terdapat kitab-kitab yang lurus.[al-Bayyinah/98:2-3]
Ayat ini menjelaskan ayat sebelumnya bahwa bukti yang nyata tersebut adalah seorang Rasul (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan.
Yang dimaksud صُحُفاً مُطَهَّرَةً (lembaran lembaran yang disucikan) adalah al-Qur’an[6] yang telah disucikan dari kebathilan.[7] Di dalamnya terdapat ayat-ayat dan hukum-hukum yang tertulis.[8]
Kemudian firman Allah Azza wa Jalla :
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.[ al-Bayyinah/98:5]
Ayat ini menjelaskan ayat sebelumnya bahwa mengapa mereka berpecah belah setelah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada mereka? bukankah dia adalah Rasul yang mereka tunggu-tunggu?
Padahal (sebenarnya) mereka tidak diperintahkan baik di dalam kitab-kitab mereka dan seruan para Rasul mereka, maupun di dalam al-Qur’an dan seruan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kecuali untuk menyembah Allah Azza wa Jalla semata dan mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya, dengan meninggalkan semua agama yang mereka ikuti dan memeluk agama Islam. Mereka juga diperintahkan untuk menunaikan shalat pada waktunya dengan memperhatikan tata cara, syarat dan rukunnya, serta diperintakan pula mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka untuk para fakir dan miskin. Dan itulah agama yang lurus yang mengantarkan seorang hamba untuk mendapatkan ridha-Nya dan surga yang abadi dan selamat dari siksa dan amarah-Nya.[9]
Kemudian ayat berikutnya:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya, mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. [Al-Bayyinah/98:6-7]
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menjelaskan keadaan orang-orang yang menyelisihi kitab-kitab-Nya dan para Rasul-Nya baik dari ahli kitab maupun orang-orang musyrik, bahwa mereka nanti pada hari kiamat akan dimasukkan ke neraka Jahannam dan mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk.
Kemudian pada ayat berikutnya Allah Azza wa Jalla menjelaskan keadaan orang-orang shaleh yang telah beriman dengan hati mereka dan melakukan amal kebajikan dengan jasad mereka, bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluk.[10]
Kemudian firman Allah Azza wa Jalla :
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلاَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada tuhan-Nya. [al-Bayyinah/98:8]
Dalam ayat di atas Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa balasan orang-orang yang beriman dan beramal shaleh di sisi Tuhan mereka nanti pada hari kiamat adalah surga ‘Adn, mereka menetap di sana selama-lamanya, tidak akan pernah keluar darinya, dan juga tidak akan mati. Di bawah pepohonan-nya terdapat sungai-sungai yang mengalir.
Allah Azza wa Jalla ridha terhadap ketaatan yang telah mereka lakukan di dunia.., begitu pula sebaliknya merekapun ridha terhadap pemberian Allah Azza wa Jalla berupa (nikmat) pahala dan kemuliaan, sebagai balasan atas perbuatan baik mereka ketika di dunia.
Pemberian tersebut akan diberikan oleh Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat nanti kepada orang yang beriman dan beramal shaleh serta takut kepada Allah Azza wa Jalla ketika di dunia, baik di waktu sepi maupun terang-terangan, dengan terus melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. [11]
PELAJARAN DARI AYAT.
1. Penjelasan tentang penyimpangan-penyimpangan yang terdapat pada agama-agama sebelum Islam dan sesudahnya.
2. Orang-orang ahli kitab khususnya, bersabar menanti kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk mengikuti ajarannya), karena mereka mengetahui bahwa di dalam agama mereka terdapat perubahan dan penyelewengan. Akan tetapi ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada mereka dengan membawa kebenaran, mereka pun berpecah-belah sebagian masuk Islam sebagian lainnya kafir.
3. Orang-orang ahli kitab diperintahkan untuk mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dan menjauhi kesyirikan. Serta diperintahkan untuk meninggalkan agama mereka dan memeluk agama Islam ketika Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab mereka.
4. Agama yang lurus dan diridhai oleh Allah Azza wa Jalla adalah agama yang berdiri di atas tauhid serta mengajarkan shalat, zakat serta meninggalkan agama-agama selain Islam.
5. Balasan bagi orang yang tidak masuk Islam (setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang) adalah seburuk-buruk pembalasan.
6. Orang yang beriman dan masuk Islam serta melaksanakan ajarannya, (pada hari kiamat nanti) akan mendapatkan sebaik-baik balasan yaitu keridhaan Allah Azza wa Jalla dan kekal di surga.
7. Keutamaan Khasy-yah (takut kepada Allah Azza wa Jalla ) membawa seseorang untuk ta’at kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan baik berupa keyakinan, perkataan maupun perbuatan.
MARAJI’:
1. Aisarut-Tafâsir, Abu bakr Jâbir al-Jazâiri, maktabah ulûm wal hikam, Madinah. Cetakan kelima th.1424 H/2003M.
2. Jâmi’ul-Bayân ‘an ta’wîli Ayil Qur’an, Muhammad bin Jarîr Abu Ja’far at-Thabary, Mu’assasah ar-Rîsalah – Lebanon. Cetakan pertama th.1420 H/ th.2000 M.
3. Tafsîrul-qur’ânil-adzîm, al-hâfidz Abul fidâ’ Ismâ’îl bin Umar bin Katsîr al-Qurasyi, Dârut-Taibah Riyadl-KSA. Cetakan kedua th.1417 H/ th.1997 M.
4. Al-Jâmi’ li-Ahkâmil Qur’ân, Abu Abdillâh Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farah al-Anshâri al-Qurthubi, Dâr Alâmul-kutub – Riyadl–KSA. Cetakan th.14 23 H/th.2003 M.
5. Shahîh Bukhâri, Muhammad ibn Ismâ’îl al-Bukhâri. Tahqîq Dr.Mushtafa Dibul bugha. Dâr Ibnu Katsîr Beirut. Cetakan 3. Tahun 1407 H – 1987 M.
6. Almustadrak alâsh shahîhain, Muhammad bin Abdullâh Abu Abdillâh Al-Hâkim an-Naisabûri. Tahqîq Musthafa Abdul Qadîr Athâ. Dârul kutub al-ilmiyah – Beirut. Cetakan pertama tahun 1411 H – 1990 M.
7. Uyûnul-Atsar fî funûnil maghâzi wasy-syamâil wassiyar, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Sayyidinnâs Abul Fath. Maktabah dârut-turats – Madinah – KSA. Cetakan pertama tahun 1413 H – 1992 M.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02//Tahun XIII/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Aisarut tafâsîr (5/600).
[2]. Ibid.
[3]. Al-Mustadrak (3/471). Al-Hâkim berkata,”Hadits ini shahîh sesuai syarat Muslim. Adz-dzahabi juga sependapat dengannya.
[4]. Shahîh Bukhâri (4/1827). Shahîh Muslim (5/163).
[5]. Uyûnul Atsar (1/125).
[6]. Tafsîr Ath-thabari (24/540)
[7]. Tafsîr Al-Qurthubi (20/142)
[8]. Tafsîr Al-Baghawi (8/493)
[9]. Aisarut tafâsir (5/600)
[10]. Tafsîr Ibnu Katsîr (8/457)
[11]. Tafsir Ath-thabari (24/542-543).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2690-tafsir-surat-al-bayyinah.html